Diduga Penyidik Hanya Berdasarkan Saksi, Bukan Kronologi Dalam menangani Kasus Di Desa Waru 

Demak // Mediamabespolri.com Perkelahian antara dua orang melawan tiga orang berujung kematian yang menggegerkan warga Desa Waru,Kecamatan Mranggen,Kabupaten Demak,Selasa (7/10/2025). Peristiwa yang terjadi pada,Kamis (28/2025),bermula DS berboncengan dengan temannya AW mau pulang ke rumah yang berjarak tidak jauh dari rumahnya. Namun belum sampai ke rumah,di jalan sudah dihadang oleh 3 orang dan diteriaki asu ( anjing ) oleh salah satu dari 3 orang tersebut.Dengan teriak tersebut,DS yang berboncengan dengan AW berbalik menanyakan kenapa mengatakan Asu…? Namun tidak dijawab dengan baik,justru malah pukulan kayu balok yang dilayangkan sebagai jawaban dan berujung perkelahian 2 orang melawan 3 orang.

Seorang warga berinisial ( DS ) yang jelas-jelas menjadi korban penghadangan dan pemukulan,kini malah dijerat dan sebagai tersangka pembunuhan dengan pasal berat 338 KUHP dan 170 KUHP.

Perkelahian sengit tak terhindarkan hingga ada salah satu jatuh terkapar,mengalami luka serius,dan meninggal dunia. Namun justru yang dihadang malah diperlakukan sebagai korban yang nota bene nya membela diri. DS justru “digiring” seakan-akan sebagai pelaku pembunuhan atas dasar pengakuan 2 saksi dihadapan penyidik.

Langkah aparat ini pun memicu kemarahan dan tanda tanya besar,karena diduga hanya klarifikasi sepihak berdasarkan keterangan saksi bukan berdasarkan kronologi awal kejadian.

Apakah hukum di negeri ini masih berpihak pada rakyat kecil,atau hanya tajam ke bawah,tumpul ke atas sehingga berbalik arah yang korban justru menjadi tersangka 

Penasehat Hukum Khomaruddin,SH mengecam keras atas Kriminalisasi atas klien nya yang penerapan pasal jerat hukum terhadap DS oleh penyidik.

“Ini bentuk kriminalisasi DS di mana korban yang dipukul duluan,kemudian melakukan pembelaan diri justru jadi tersangka yang mengakibatkan meninggal dunianya korban dengan jerat KUHP pasal 338 dan KUHP Pasal 170,sehingga penerapan pasal berat ini jelas-jelas tidak adil dan menyalahi rasa keadilan,”ungkapnya.

Ia menambahkan,jika kasus seperti ini dibiarkan,masyarakat akan kehilangan rasa aman.  “Bayangkan,kalau setiap orang yang membela diri malah dipidana sebagai pembunuh,maka rakyat kecil lebih baik pasrah dipukuli daripada melawan,ini logika hukum yang membahayakan dan harus dilawan!”tandasnya

Kemarahan warga pun memuncak,disaat mereka menilai kasus DS menunjukkan wajah hukum yang seolah berpihak bukan pada fakta,melainkan pada konstruksi pasal yang dipaksakan. “Kami tahu DS bukan preman,bukan tukang bikin onar,kalau dia melawan,itu karena dia dipukul duluan.

Jangan jadikan korban sebagai kambing hitam!” ungkap salah seorang tokoh masyarakat Waru dengan nada geram,agar aparat hukum senantiasa menegakkan rasa keadilan “Kalau aparat main pasal seenaknya,rakyat akan semakin hilang kepercayaan, hukum harus tegak lurus, jangan pilih kasih!”ujarnya.

Kasus ini kini menjadi sorotan masyarakat Waru mendesak aparat untuk meninjau ulang penerapan pasal.yang dijatuhkan pada DS harus diperlakukan sebagai korban yang membela diri,bukan disangkakan menjadi pelaku pembunuhan. Keadilan bukan sekadar kata-kata manis,tetapi harus nyata ditegakkan. Jika tidak,kasus Waru ini akan menjadi bukti nyata bahwa hukum di Indonesia masih bisa “dipermainkan”, sementara rakyat kecil selalu jadi korban.

Redaksi// 

Mediamabespolri.com

Investigasi

Rilis: Suyono